ancablogspot.com
Tanpa banyak cakap, militer Indonesia mengerahkan
berbagai kapal perang ke perairan halaman belakang
rumahnya dimana di pagar halaman seberang itu ada
Darwin, satu-satunya kota yang ada di Australia Utara,
tak lebih besar dari kota Kupang di NTT. Gerakan
angkatan laut RI dengan menyebar kapal perang
korvet, fregat, kapal cepat rudal dan kapal cepat
torpedo dengan dukungan jet tempur Sukhoi dan 4
radar militer canggih yang baru dipasang
menyadarkan Australia bahwa Indonesia sangat
serius menyikapi sikap kepala batu pemerintahan
Australia yang dipimpin si cowboy Tony Abbott.
Gaya keras kepala si Abbott ini sudah terlihat ketika
masa kampanye dia tahun lalu untuk mengejar kursi
Aussi One. Dia bilang akan menempatkan sejumlah
intelijen di Indonesia untuk memantau pergerakan
manusia perahu, membeli perahu, membayar
sejumlah sipil Indonesia untuk memberikan informasi
tentang posisi manusia perahu yang hendak ke negeri
selatan itu. Ini saja sejatinya sudah menyinggung
harkat dan martabat kita, emangnya negeri ini tak
bertuan. Pernyataannya itu meski untuk konsumsi
kampanye pemilihan umum jelas meremehkan
pemerintah Indonesia. Dia menang dan jadi Perdana
Menteri salah satunya karena pernyataannya itu. Tapi
sekarang dia terjebak dengan jaring yang dia tebar
sendiri. Celakanya sebagian besar rakyatnya pun
berbalik menghujat dia.
[Color=red]Ketika urusan sadap menyadap terkuak, gaya
arogansi Abbott dipertontonkan dengan tak rela minta
maaf.[/color] Bandingkan dengan gaya Obama ketika urusan
yang sama dengan Jerman, lebih low profile dan
meminta maaf kepada Jerman. Yang dipertontonkan
Abbott bukan gaya negarawan santun melainkan gaya
preman seperti garis dan raut wajahnya yang keras.
Bandingkan dengan Kevin Rudd yang ramah dan
santun sehingga mampu mengambil hati rakyat dan
bangsa ini. Sesungguhnya irama hubungan Indonesia
dan Australia tergantung gaya kepemimpinan negeri
kanguru itu. Oleh karena itu situasi hubungan yang
buruk saat ini ada di koridor kepemimpinan
pemerintah Australia, bukan pada rakyat dan bangsa
Australia yang saat ini justru mengecam hebat cara si
Abbott menangani pola hubungan bertetangganya
dengan Indonesia.
Australia harus menyadari bahwa militer Indonesia
tidak seperti lima tahun lalu. Ketika diadakan Sail
Komodo beberapa bulan yang lalu di depan Darwin
sesungguhnya telah "tersedia" sedikitnya 30 kapal
perang Indonesia berbagai jenis di halaman belakang
kita. Hanya saja kita ini kan menganut politik
perkawanan yang santun, jadi tak perlu pamer
kekuatan. Berhitung tentang kekuatan militer
khususnya angkatan laut, sebenarnya Indonesia
mampu mengerahkan 50 kapal perang ke perairan
NTT dalam waktu singkat. Ini sudah biasa dilakukan
dalam setiap latihan Armada Jaya atau Latgab TNI.
Padahal jumlah itu hampir sama dengan kekuatan
angkatan laut Australia yang memiliki 54 kapal
perang. Indonesia sendiri saat ini memiliki 160 kapal
perang dan akan terus bertambah.
Gerakan kapal perang Indonesia ke NTT kita sambut
positif karena ini langkah awal untuk menyatakan
sikap menjunjung harkat. Kita tidak ingin berselisih
dan mengajak tarung dengan negara manapun
termasuk Australia. Namun pelecehan teritori
perairan seperti yang diakui oleh Australia dan
kemudian minta maaf tentu harus dijawab pula
dengan langkah dan cara militer. Menlu Marty tidak
menggubris kata maaf dari Menlu Julie Bishop bahkan
kembali menyudutkan Australia dengan menyatakan,"
Coba kalau dari dulu sudah minta maaf, tidak akan
seperti ini kan". Kekuatan militer Indonesia dalam
bulan dan tahun-tahun mendatang akan mendapat
sejumlah alutsista sangar, misalnya kapal selam Kilo,
jet tempur Sukhoi SU35, rudal SAM strategis dan lain-
lain. Dengan kekuatan menuju kesetaraan ini Australia
seharusnya berhitung cermat karena kekuatan yang
tak bakalan ditandingi Australia seumur hidup adalah
jumlah penduduk Indonesia yang sepuluh kali lipat
dan punya karakter militan nasionalis.
Kita ingin sampaikan pesan pada Tony Abbott: "Kultur
timur itu Bott, atau kultur Asia sesungguhnya lebih
menghargai nilai-nilai kesantunan dan etika dalam
bertetangga. Memang beda sama kultur sampeyan
yang anglo saxon itu. Lebih sering mendikte, merasa
paling jagoan, merasa paling pintar dan tahu
segalanya. Kalau sampeyan tinggal di Eropa gak
papa. Tapi sampeyan ada di lokasi adat istiadat di
mana kesantunan dan tatakrama lebih dikedepankan.
Lihat saja rumah di ranah ASEAN, rumah-rumah
didalamnya selalu mengedepankan musyawarah dan
kearifan meski ada konflik diantara sesama rumah.
Nek sampeyan bisa memahami itu, kita yakin semua
persoalan pertetanggaan kita dapat diselesaikan
dengan musyawarah".
"Tapi kalau tetap keras kepala ya rasain sendiri. Kata
peribahasa menepuk air didulang tepercik muka
sendiri. Anda sudah dipermalukan dunia dan PBB
karena menelantarkan dan menyiksa manusia
perahu. Di dalam negeri pun sami mawon, anda
dicerca di parlemen dan rakyat sendiri. Ada
peribahasa Pak Abbott, Air beriak tanda tak dalam,
kayak sampeyan itu yang selalu umbar pernyataan
petintang petinting. Air tenang menghanyutkan, itulah
gaya kami untuk tak umbar kalimat kumat. Bukankah
laut selatan itu dalam Bott, mungkin saja di
kedalaman itu si Kilo siluman sudah bermain mata
dengan ratu pantai selatan. Bukankah air tenang itu
menghanyutkan
***** Jagvane / 26 Januari 2014
Penulis & Editor
ANCA | ancablogspot.com
©copyrigh 2014
Sent from my BlackBerry® wireless device via Vodafone-Celcom Mobile.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar