Minggu, 16 Juni 2013

Analisis : Memaknai Perjalanan Malindo Darsasa

Latgab Malindo Darsasa 2013 di Medan

ancablogspot.com ©copyright 2013
Perjalanan Malindo Darsasa sudah
memasuki usia empat puluh satu tahun. Lahir dalam
suasana persahabatan yang hangat antara Indonesia
dan Malaysia di awal tahun tujuh puluhan. Bayinya
lahir dari kota sejuk Prapat di tepi Danau Toba yang
indah tanggal 27 Juli 1972. Sejarah kemudian
mencatat eksistensi Malindo Darsasa mendapat porsi
terbesar sebagai media latihan gabungan antar
negara ASEAN lima tahun sekali sejak tahun 1981 dan
tiga tahun sekali sejak tahun 2006.
Latihan gabungan terakhir Malindo Darsasa 8 AB
(latihan gabungan Malaysia-Indonesia darat
samudera angkasa) di Medan yang berlangsung dari
tanggal 7 sampai dengan 12 Juni 2013 melibatkan
sekitar 1.800 prajurit pasukan khusus kedua negara,
Indonesia 1.500 dan Malaysia 300
prajurit. Kebiasaannya memang begitu, lebih banyak
tuan rumah, sama jika Malaysia yang jadi tuan
rumah. Latgab Malindo Darsasa 7AB tahun 2010 di
Malaka Malaysia diikuti 1.900 prajurit juga dari
pasukan khusus kedua negara, Indonesia 500 prajurit,
Malaysia 1.500 prajurit.
Sesungguhnya kegiatan latihan gabungan antar
negara menyiratkan dan menyuratkan kedekatan
hubungan antar negara dan hubungan
militernya. Begitulah yang terjadi dengan hubungan
pertemanan Indonesia dan Malaysia sampai lepasnya
Sipadan dan Ligitan tahun 2002 melalui Mahkamah
Internasional. Bersamaan dengan itu kondisi militer
RI sejak tahun 1999 melakukan operasi militer besar-
besaran di Timor Leste, Aceh dan Maluku. Tiga hotspot
ini merupakan tugas berat yang harus dijalankan
tentara Indonesia dengan mengerahkan hampir 80
ribu pasukan dan alutsista segala matra, belum lagi
embargo persenjataan militer. Merasa diatas angin
Malaysia mengambil keuntungan dari kondisi ini
dengan melakukan show of force, mula-mula di
sekitar Sipadan dan Ligitan.
Puncaknya adalah manuver angkatan laut Malaysia di
Ambalat tahun 2005 dengan melakukan penyerangan
kepada pekerja di Karang Unarang. Ini menyadarkan
Indonesia bahwa hubungan pertetanggaan khusus
dengan jiran sebelah itu harus ditata ulang kembali
terutama dalam membangun pagar
halaman. Soalnya pohon mangga di pojok halaman
samping kok seenaknya dipanjat sendiri padahal kita
yang menanam sejak lama. Untuk meminimalisir
pencuri mangga tadi dibuatkanlah sarang tawon
berkemampuan sengat sehingga si maling berhitung
ulang untuk memanjat dan mengambil buahnya.
Begitu konsep dasarnya.
Maka dengan keputusan strategis Pemerintah dan
DPR dengan dukungan mayoritas rakyat
Indonesia dimulailah proyek perkuatan alutsista TNI
bernilai US S 15 Milyar untuk masa
2010-2014. Hasilnya kalau sebelum tahun 2013 ini
ada kalimat yang menyenangkan: tiada hari tanpa
belanja alutsista, maka hari-hari di depan mata ada
kalimat yang lebih menyenangkan lagi : tiada hari
tanpa kedatangan alutsista baru.
Meski provokasi Ambalat terjadi, setahun kemudian
tetap dilakukan latihan gabungan Malindo Darsasa 6
AB dimana Indonesia sebagai tuan rumah. Latgab
Malindo Darsasa tahun 2006 merupakan Latgab
terbesar yang diikuti 5.000 prajurit dengan kontribusi
terbesar dari TNI dengan kekuatan 3.900 tentara,
sisanya prajurit ATM. Geladi lapangan yang
berlangsung di Singkawang Kalbar tanggal 1-10 Juli
2006 dengan mengerahkan sejumlah alutsista untuk
serangan udara langsung dan serbuan pantai dengan
kekuatan tank amfibi.
Yang unik dalam Latgab ini adalah untuk serangan
udara langsung dilakukan serial alias bergantian, 4
Hawk TNI AU duluan melakukan serangan disusul
dengan oleh F-18 Hornet Malaysia, kemudian
penerjunan pasukan dengan 9 Hercules Indonesia dan
3 Hercules Malaysia. Nah untuk serangan amfibi
seluruhnya dilakukan oleh marinir Indonesia dengan 7
KRI dan puluhan alutsista amfibi menyerang pantai
Kura-Kura Singkawang. Bukan apa-apa karena jiran
sebelah tidak punya pasukan marinir yang
berkemampuan serbuan pantai.
Inilah Latgab terbesar dalam pengerahan jumlah
pasukan dan alutsista karena setelah itu baik pada
Latgab 7AB di Malaka dan 8AB yang diadakan di
Medan jumlah peran serta berkurang, baik jumlah
pasukan yang hanya 1800 an dan tema latgab
bergeser menjadi operasi anti teroris, tidak ada
pengerahan pasukan secara besar-besaran. Boleh
jadi karena urgensi atau kepentingan utama dari porsi
latihan itu adalah untuk tema kontemporer, melawan
teroris. Tetapi bisa jadi juga karena merasa tak perlu
lagi bagi kita untuk melakukan latihan militer yang
sesungguhnya yaitu operasi militer gabungan berupa
serangan udara dan serbuan pantai sebagaimana
yang terakhir kali dilakukan di Singkawang.
Kalau yang terakhir itu merupakan pilihan bagi militer
RI, kita sangat mendukung karena itu merupakan
jawaban yang halus untuk menyatakan tidak lagi atau
jangan dulu sebagai jawaban atas polah tingkah
mereka yang menggunting dalam lipatan. Mulai saat
ini dan tahun-tahun mendatang kesetaraan dalam
teknologi dan mutu alutsista serta kuantitas
persenjataan yang dimiliki hulubalang republik sudah
menjadi kenyataan. Bukan lantas kita ingin mengajak
jiran untuk bermusuhan, sekali-kali tidak. Namun
dalam perjalanan ke depan jangan lagi ada upaya
untuk melakukan pamer kekuatan di depan mata
NKRI.
Latihan militer bersama boleh saja dilakukan tetapi
tentu harapan kita tidak lagi sebesar yang di
Singkawang. Dalam bahasa pertetanggaan
silaturrahim tetap dilakukan sembari bermanis wajah
tetapi sikap dalam bathin tetap keukeuh untuk tidak
ingin lagi diremehkan. Caranya ya dengan
memperkuat taring militer kita secara
berkesinambungan, memperkuat alutsista dengan
teknologi terkini dalam jumlah yang memadai. Sudah
tentu Malindo Darsasa bukan prioritas lagi apalagi
menjadikannya yang terbesar.

Sumber : Analisis H. Jagarin


Salam penulis

ANCA | ancablogspot.com
©copyright 2013

Sent from my BlackBerry® wireless device via Vodafone-Celcom Mobile.

La Pattawe Matinroe ri Bettung Raja Bone ke-9 Tahun 1565-1602

La Pattawe Matinroe ri Bettung Raja Bone ke-9 Tahun 1565-1602 La Pattawe Daeng Soreang Matinroe ri Bettung (Bulukumba) adalah raja Bone ke-9...