Minggu, 01 Desember 2013

Ketika Kucing Mengaum

Submarine Kilo klass Iran

ancablogspot.com
Urusan sadap menyadap dengan Australia dan
Singapura, biarlah menjadi urusan wajah diplomat
dan petinggi republik. Meski memang harus diakui
selama ini wajah Indonesia dalam berdiplomasi mirip
seekor kucing, malu-malu kucing, sehingga tak jelas
apa yang menjadi fokusnya. Boleh juga kalau
memang ingin berada dalam bingkai bebas aktif, tidak
memihak sana tidak memihak sini. Tetapi ini bukan
persahabatan polos dan lugu melainkan berdasarkan
kepentingan. Sama halnya ketika kita dalam beberapa
artikel terdahulu berkali-kali mengatakan bahwa
Australia bukanlah jiran yang tulus, dan ternyata
benar.
Banyak juga yang terkejut karena tiba-tiba kucing
ASEAN yang bernama Indonesia itu tiba-tiba tidak
mengeong. Kucing itu mengaum mirip harimau
menumpahkan kemarahannya kepada kanguru yang
hobinya lompat sana lompat sini, rangkul sana
rangkul sini, sepak sana sepak sini. Ketika sang
kucing dan kanguru sedang akrab-akrabnya tiba-tiba
perselingkuhan pertemanan itu terkuak. Ternyata
kanguru suka nguping urusan rumah tangga kucing.
Maka kucing berteriak dan mengaum suara macan,
dunia pun tersentak.
Tetapi suara kucing yang mengaum itu boleh jadi
sebagai sarana menguji coba nyali, ya nyali sendiri, ya
nyali tetangga. Ternyata tetangga yang berselingkuh
itu sedikit gugup juga mendengar auman kucing
ASEAN tadi. Setidaknya dalam bahasa tawar
menawar posisi Indonesia berada diatas angin.
Perselingkuhan diplomatik ini tentu mempermalukan
Australia sehingga ketika Indonesia berteriak keras
maka jiran sebelah kelimpungan dan salah tingkah.
Ironinya tetap saja tak mau minta maaf. Inilah salah
satu sifat arogansi yang memang menjadi karakter
bangsa bule yang didamparkan ke benua Selatan itu
pada abad ke 18 karena perilakunya juga.
Kekuatan kucing yang mengaum tadi tentu punya
energi dan adrenalin juga. Salah satu energi
pembangkit adrenalin harga diri bangsa itu adalah
mulai berdatangannya berbagai jenis alutsista yang
sudah dipesan. Sejatinya kekuatan suara diplomatik
tergantung pada kekuatan ekonomi dan kekuatan
militer sebuah negara. Indonesia berada di gerbang
itu. Kekuatan ekonomi berada dalam lingkaran 16
besar dunia, nomor satu di ASEAN. Pertumbuhan
ekonomi rata-rata selama 9 tahun ini ada di kisaran
6%, pendapatan per kapita sudah masuk negara
berpenghasilan menengah dengan US $4.000 per
kapita pertahun.
Nah, melihat cakrawala ke depan, kanguru tentu harus
bisa berbaikan dengan kucing yang tumbuh terus dan
membesar. Memandang ke depan pada starting point
tahun 2020 si kucing diprediksi sudah jauh berubah
dan menjadi macan. Kekuatan ekonomi Indonesia
tahun itu diprediksi ada di urutan 14 besar dunia
dengan pendapatan perkapita di kisaran US $ 7.000.
Memang dalam konteks negara kesejahteraan
Australia tetap unggul tetapi sebagai negara dengan
takdir sejarah bertetangga dengan RI seumur hidup,
Australia tidak bisa lepas dan sangat berkepentingan
dengan Indonesia.
Demikian juga dalam bidang militer, Indonesia tahun
2020 sudah setara dengan jiran di sekitarnya. Pada
tahun itu alutsista strategis kita seperti kapal selam,
kapal kombatan, rudal, jet tempur sudah berada di
garis kesamaan teknologi. Kesetaraan teknologi
persenjataan yang dicapai Indonesia tentu membuat
jiran macam Australia dan Singapura bercermin diri.
Soalnya keunggulan yang tak bisa ditandingi seumur
hidup kedua negara yang tak tulus bertetangga ini
adalah besarnya jumlah penduduk Indonesia,
kekayaan sumber daya alam dan warganya yang
militan.
Ini adalah kekuatan sejati Indonesia. Kekuatan itu jika
ditambah dengan dukungan kekuatan militer dan
kekuatan ekonomi maka dipastikan gerak langkah RI
di kawasan regional menjadi faktor penentu.
Singapura jika tetap bertahan dengan gaya diplomasi
seperti sekarang ini dengan tidak bersedia menjalin
perjanjian ekstradisi, meremehkan diplomasi
pemerintah Indonesia, perlahan dan pasti akan
tergerus dengan kekuatan pertumbuhan ekonomi,
militer dan nasionalisme RI. Demikian juga dengan
Australia, dia membutuhkan Indonesia sebagai
jembatan penghubung Asia, sebagai pasar sapi dan
gandum, sebagai bumper penyangga imigran gelap,
sebagai mitra untuk perang melawan teroris.
Australia butuh Indonesia dalam soal apa saja. Maka
high profile yang ditunjukkan Presiden SBY terhadap
Australia adalah peringatan sekaligus kemenangan
diplomatik bagi RI.
Patron diplomatik yang seperti ini sesekali perlu
dipertunjukkan untuk menunjukkan nilai harga diri
bangsa. Prediksi tahun 2020 untuk unjuk kerja militer
kita bisa digambarkan dengan kepemilikan 10-12
kapal selam Kilo-Changbogo, 3 Skuadron Sukhoi
Family, puluhan kapal kombatan berteknologi tinggi,
rudal SAM jarak menengah, akan memberikan nilai
getar dan gentar. Belum lagi gelar kekuatan pasukan
3 divisi Kostrad, 3 divisi Marinir dan pasukan Kodam.
Ke depan dengan dukungan kekuatan militer yang
besar negeri ini dijamin akan disegani. Sehingga
kalau presidennya batuk sedikit saja, pasti angin
kekhawatirannya menerpa jiran-jiran pongah itu.
Kalau kali ini kucing yang mengaum maka pada
tahun-tahun mendatang dipastikan macan yang akan
mengaum kalau jiran-jiran itu berulah.
***Sumber: Jagvane / 01 Desember 2013

Penulis & editor
ANCA | ancablogspot.com
©copyright 2013
Sent from my BlackBerry® wireless device via Vodafone-Celcom Mobile.

La Pattawe Matinroe ri Bettung Raja Bone ke-9 Tahun 1565-1602

La Pattawe Matinroe ri Bettung Raja Bone ke-9 Tahun 1565-1602 La Pattawe Daeng Soreang Matinroe ri Bettung (Bulukumba) adalah raja Bone ke-9...