Sabtu, 19 April 2014

Blunder singapura Jilid 2

Analisis militer (ancablogspot.com)
Drama jurnalistik berjudul KRI Usman Harun
terjadi sepanjang tiga hari menjelang Paskah 18
April 2014. Kali ini lakon utamanya adalah sebuah
saluran televisi Channel News Asia Singapura yang
menghadirkan pria berbintang empat dan
ganteng, orang nomor satu di jajaran militer
Indonesia, Jenderal Moeldoko. Panglima militer RI
itu tiba-tiba jadi bintang pemberitaan dan "divonis"
lewat terjemahan bahasa Inggris yang tak sesuai,
bahwa Indonesia meminta maaf atas penamaan
KRI Usman Harun kepada Singapura.
Wawancara salah terjemahan yang ditayangkan
tanggal 15 April 2014 itu lalu direspons oleh
Menhan Singapura Ng Eng Hen dalam hitungan
jam. Dia bilang, Singapura menyambut baik
permintaan maaf Indonesia dan bersedia memulai
kembali kerjasama militer kedua negara.
Sambutan positif Singapura itu adalah
keterkecohan April Mop dan menjadi blunder
lanjutan. Respon cepat ini menunjukkan sikap
ketergesaan Menhannya pada sebuah
pemberitaan media setempat.
Beberapa waktu lalu Menlu Singapura K.
Shanmugam telah membuka front keangkuhan
negaranya dan merasa keberatan dengan
penamaan sebuah kapal perang pemukul
Indonesia yang baru yaitu KRI Usman Harun.
Karena menurut mereka 2 orang KKO Indonesia
itu dianggap teroris di negaranya, melakukan
sabotase di Orchard 10 Maret 1965. Indonesia
telah memberikan penghargaan pahlawan
langsung kepada keduanya manakala jenazahnya
tiba di Jakarta tanggal 20 Oktober 1968. Dan PM
Singapura waktu itu Lee Kuan Yew telah pula
menziarahinya tahun 1973 sebagai bentuk
pengakuan kepahlawanan mereka. Artinya
persoalan emosi nasional kedua bangsa selesai.
Pernyataan Menlu Shanmugam itu kita anggap
blunder diplomatik karena tidak memahami
persepsi kebangsaan yang dimiliki tiap bangsa di
muka bumi ini. Lebih penting dari itu dia tidak
paham dengan jalan cerita sejarah dalam konteks
"waktu itu". Negeri mungil yang sejahtera itu
berupaya mendikte Indonesia tetapi sekali ini
mendapat perlawanan total football dari seluruh
jajaran pemerintahan, parlemen dan rakyat
Indonesia.
Seorang Menlu yang membawahi seluruh
diplomatnya dan cermin wajah kecerdasan
diplomatik Singapura mesti memahami persepsi
kebangsaan pada apa yang disebut nilai-nilai
kepahlawanan. Tapi ketika kita bicara sejarah
Singapura kita pun baru "paham" karena memang
mereka memang tak punya pahlawan patriotik dan
taman makam pahlawan.
Akurasi pemberitaan seorang reporter dalam
menulis atau menyampaikan sesuatu haruslah
dicermati lebih dulu sebelum ditayangkan atau
diterbitkan. Banyak reporter kita hanya berlomba
mengejar "terbitnya berita" tanpa kedalaman
kecermatan isi berita. Beberapa wartawan kita yang
meliput Kemhan dan TNI ada yang tak paham
dengan "istilah militer" ketika dia ikut merekam
atau bertanya kepada figur petinggi Kemhan dan
militer RI.
Masih ingat nama pesawat tempur Super Tucano
disebut Super Volcano dan menjadi running text
layar kaca. Lalu ditulis pula bahwa Indonesia telah
memiliki kapal selam Scorten padahal maksudnya
yang punya kapal selam Scorpene itu Malaysia.
Sudah salah tulis nama kapal selam, nama yang
mempunyai kapal selam salah pula. Benar-benar
konyol. Ada juga yang tidak bisa membedakan jet
tempur A4 Skyhawk dengan Hawk. Pernah juga
presenter berita sebuah TV swasta menganggap
Sucad itu adalah senjata Sukhoi, padahal itu istilah
singkatan dari kata suku cadang. Lebih parah lagi
kata itu dibaca "Sukad" dan diulang berkali-kali.
Wawancara Panglima TNI dengan Channel News
Asia dilakukan dengan bahasa Indonesia baru
diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Orang
Indonesia kan kalau bicara selalu mengedepankan
suasana rendah hati. Jadi kalimat "mohon maaf"
atau "maaf ya" selalu mendahului dari maksud
kalimat utama. Ada juga beberapa makna kata
dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah
selalu memiliki makna tak selaras. Dalam bahasa
Jawa yang sekarang sedang hot dibicarakan "aku
rak popo" kalau diartikan tersurat artinya aku tak
apa-apa. Tapi dalam kultur Jawa kalimat ini
merupakan ungkapan kepedihan dan
bertentangan dari maksud yang terucap.
Blunder media dan respon pemerintah Singapura
terhadap wawancara TV itu tidak perlu jua kita
tanggapi secara berlebihan. Cukup saja bilang:
"aku rak popo" atau "oh ndak papa". Kalimat ini
pun kalau dia paham pasti merupakan kalimat
sindiran yang artinya " makanya jangan merasa
hebat, jago mendikte akhirnya isin dewe". Kalau
diterjemahkan dalam bahasa Inggris bisa jadi gak
karuan. Itulah kekayaan bahasa Indonesia dan
kultur pendukungnya.
Singapura itu sejatinya sedang gelisah pada jati diri
dan eksistensinya yang selalu merasa terancam
terutama pada dua jirannya Indonesia dan
Malaysia. Jadi orang yang gelisah itu pasti sensitif.
Kegelisahan dia boleh jadi karena militer Indonesia
mulai menggeliat, ekonomi tumbuh pasti, kekuatan
ekonomi dalam sebutan PDB kita menjulang di 15
besar dunia jauh mengungguli Singapura dan
negara ASEAN lainnya.
Dia lalu membayangkan Indonesia 10 sd 20 tahun
ke depan, militernya jadi macan, ekonominya jadi
beruang, rakyatnya makin sejahtera dalam bingkai
nasionalis yang kuat. Tiga indikator ini yang
membuat negeri itu galau meski pun
kesejahteraan mereka masih tetap menjulang tak
tertandingi di rantau ASEAN. Kehadiran batalyon
Marinir di Batam menambah was-was itu. Apalagi
misalnya kita letakkan MLRS Astross dan Caesar
Nexter di Batam.
Jadi, tetaplah kita berjalan tegak. Isian alutsista
terus kita perbanyak. Kalau nanti kafilah 3 kapal
perang "Bung Tomo Class" yang salah satunya
bernama KRI Usman Harun tiba di tanah air Juli
tahun ini kita sambut dengan pekik kebangsaan
tapi tak usah berteriak berlebihan. Dan kalau pun
tetangga sebelah Batam itu bertanya mengapa kita
berteriak kita jawab saja : Aku rak popo.
**** Jagvane
Sent from my BlackBerry® wireless device via Vodafone-Celcom Mobile.

La Pattawe Matinroe ri Bettung Raja Bone ke-9 Tahun 1565-1602

La Pattawe Matinroe ri Bettung Raja Bone ke-9 Tahun 1565-1602 La Pattawe Daeng Soreang Matinroe ri Bettung (Bulukumba) adalah raja Bone ke-9...