menjelajah pulau terpencil di NTT
(Foto ancablogspot.com)
ancablogspot.com ©copyright 2013
Sebagai pencinta republik banyak diantara kita
merasa under estimate terhadap potensi
kekuatan bangsa ini. Sebagai contoh ketika situs
militer terkenal dari luar sana mengabarkan
ranking kekuatan militer Indonesia yang
menduduki 16 besar dunia, banyak yang tidak
meyakininya. Padahal seluruh indikator yang
membangun rangka kekuatan militer dalam
penyusunan ranking itu memang merupakan
elemen yang memajukan potensi kekuatan
militer. Misalnya potensi sumber daya manusia,
sumber daya alam yang besar, kekuatan daya
beli yang lebih dikenal dengan APBN dan produk
domestik bruto.
Kemudian jika ada jiran yang mau beli alutsista,
muncul perasaan minder seakan kita tidak punya
daya dan gaya dalam menampilkan militer kita.
Yang lebih aneh lagi ketika daftar belanja
alutsista kita selama 4 tahun terakhir yang
merupakan belanja terbesar setelah era Dwikora
digelar dan barangnya sudah mulai datang satu
persatu, masih ada saja yang mengatakan
dengan nada pesimis bahwa barang yang
diadakan dan yang didatangkan itu
sesungguhnya "tidak nendang".
Misalnya forum militer dari jamaah aliran
penentang "bekasiyah" atau "hibaiyah",
maksudnya tentang alutsista bekas dan hibah
seperti 24 jet tempur F16 dianggap tidak
memberikan efek gentar. Padahal jet tempur
bekas pakai angkatan udara AS ini
sesungguhnya diperbaharui lebih dulu sebelum
dikirim ke Indonesia tahun 2014 nanti. Sampai
saat ini F16 merupakan alutsista yang tetap
diperhitungkan di seluruh dunia. Disamping itu
kita kan juga sudah punya 1 skuadron jet
tempur kelas berat Sukhoi yang menjadi tamu
kehormatan dalam Pitch Black di Australia
beberapa bulan lalu. Artinya tetangga saja sudah
mulai menyadari kebangkitan militer Indonesia
Pertanyaannya mengapa kita selalu merasa
pesimis dan apatis terhadap segala hal termasuk
tentang militer kita. Peran media sedikit banyak
memberikan "arahan" tentang mekanisme pola
pikir berbangsa. Media dengan kebebasan
mutlaknya lebih menyajikan porsi dominan
tentang peristiwa "laku jual", maksudnya kalau
ada cerita tentang korupsi, ketidakpastian
hukum, berita kriminal, perilaku Parlemen sangat
cepat disiarkan kalau perlu breaking news atau
live. Tetapi jika ada berita penting tentang
kemajuan dan prestasi membangun, porsinya
hanya sebatas memberitakan, tidak ada bumbu
penyedap, tidak ada dialog interaktif misalnya
tentang operasionalisasi bandara Kuala Namu
yang megah itu, atau keberhasilan PT KAI
melaksanakan angkutan lebaran, keberhasilan
Polisi mengamankan jalur lebaran, prestasi TNI
dalam berbagai lomba ketangkasan regional
sebagai juara umum, prestasi TNI dalam misi
perdamaian UN di Libanon dan tempat lain.
Termasuk pula upaya MPR untuk menanamkan
semangat ber NKRI dengan pola 4 pilarnya yang
digemakan terus menerus. Prestasi anak-anak
Indonesia di gelanggang olimpiade ilmu
pengetahuan, pendapatan per kapita yang
sudah mencapai US$ 3.800,- PDB no 16 besar
dunia. Menu yang tersaji dan terbukti sebagai
langkah maju dianggap tidak penting oleh media
sehingga pola pikir yang terbentuk selalu suuzon
dan tak percaya. Meski menjadi berita prestasi
tetapi tanggapannya selalu ada kalimat
bersayap, ah paling karena ini karena itu.
Membangun rasa percaya diri pada segenap
komponen anak bangsa adalah bagaimana
sesungguhnya kemampuan bangsa ini dalam
melangkah dan menapaki jalannya. Media
sebagai jembatan komunikasi berperan besar
untuk menyampaikan pesan itu. Tetapi yang
terurai lebih pada persepsi negatif misalnya
ketika sebuah media layar kaca menyampaikan
editorialnya tentang pembelian helikopter serang
Apache. Kurangnya pemahaman tentang
bangunan konsep dan strategi pertahanan,
hanya melihat angka US$ 500 juta lalu
memandang pembelian Apache sebagai
pemborosan.
Mestinya jika melihat situasi kawasan yang
begitu dinamis, Laut Cina Selatan yang demam
terus, adanya pangkalan militer AS di Darwin,
Cocos dan Singapura, sengketa Ambalat,
mengamankan ALKI maka mengeluarkan
angaran belanja alutsista adalah kewajiban untuk
mewibawakan postur pertahanan. Memang
diprediksi tidak terjadi perang terbuka dalam
sepuluh tahun ke depan tetapi jangan lupa
postur militer kita yang kuat justru akan menjadi
benteng pertahanan yang ampuh manakala
terjadi sesuatu yang tak kita inginkan. Atau
postur militer yang kuat itu memberikan rasa
segan untuk berkonfrontasi. Artinya menjaga
untuk tidak terjadi perang.
Beberapa jenis alutsista yang kita pesan sudah
mulai berdatangan dan akan terus berdatangan.
Dan kita (InsyaAllah) tidak akan berhenti sampai
disitu. Dalam program MEF tahap kedua
(2015-2019) sangat diyakini kita akan
mendatangkan berbagai alat pukul strategis dan
mematikan seperti 10 kapal selam Rusia,
jaringan sistem pertahanan udara jarak sedang,
jet tempur kelas berat. Termasuk mulai
memproduksi rudal dan roket, tank medium dan
kapal perusak kawal rudal.
Tentu semua itu seiring dengan kemajuan dan
pertumbuhan ekonomi kita yang semakin baik.
Jika kita selalu mendoakan dengan lantunan rasa
syukur sebagai anak bangsa dan kemajuan
dalam langkah bersama untuk menjalani hari-
hari berbangsa dalam berbagai aktivitas
termasuk mendoakan pengawal republik, niscaya
energi positif yang dikumandangkan terus
menerus itu akan menjadi kenyataan. Diakui
yang masih kurang dalam etika berbangsa ini
adalah korupsi yang masih menjadi tetanus
bangsa dan ketidakpastian penegakan hukum
yang dipertontonkan. Namun diluar itu banyak
yang sudah dicapai termasuk menyandangkan
baju alutsista yang lebih baru dan modern.
Untuk itu marilah kita secara akal budi dan logika
cara pandang, membangun rasa percaya diri
dan mensyukuri masih dikunjungi sinar matahari
pagi yang hangat nan indah.
****
Sumber : Analisis Jagvane / 04 Sep 2013
Salam penulis :
ANCA | ancablogspot.com
©cpyright 2013
Sent from my BlackBerry® wireless device via Vodafone-Celcom Mobile.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar